Tsunami in Japan
Hai, kawan! Alhamdulillah pada kesempatan ini saya akan membahas
Tsunami yang pernah terjadi di Jepang, ini merupakan asli hasil karya Saya
sendiri. Artikel yang Saya posting bisa jadi disebut resensi buku, karena saya
terinspirasi oleh buku yang saya beli beberapa tahun lalu.
Bencana alam dahsyat 11
Maret 2011 yang meluluhlantakan Jepang, telah membawa banyak perubahan dalam
hidup masyarakatnya. Ada ribuan bahkan puluhan ribu rakyat Jepang yang
kehilangan segalanya, memulai hidup dari nol. Walaupun dengan demikian, mereka
masih tetap penuh semangat. Mou ikkai gambarimasu kore kara mata
hajimarimasu. Sekali lagi berjuang sekuat tenaga. Mulai saat ini, kembali
menata kehidupan.
Artikel ini berisi
kisah-kisah nyata dari para korban bencana alam tsunami. Tulisan ini sarat makna kehidupan, perjuangan,
persahabatan, dan semangat. Bencana memang tidak dapat dihindari, tetapi
sebagai manusia, kita wajib mengusahakan yang terbaik dalam hidup.
Di Jepang, korban bencana alam justru tidak ingin dikasihani.
Mereka hanya ingin diberi semangat dan bukan diperlakukan sebagai pesakitan.
Ada banyak pelajaran tentang kehidupan yang bisa diambil dan diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Tak ada salahnya belajar dari masyarakat Jepang yang
luar biasa. Mental baja, tahan banting, dan tidak cengeng. Inilah bentuk nyata
kemandirian dikala susah. Salut dan hormat untuk rakyat Jepang.
Mari belajar dari bangsa Jepang, ambil sisi baik dari bangsa Jepang
dan jangan justru mencontoh sisi buruknya. Di dunia ini tidak ada negara yang
sempurna 100%, termasuk Jepang sekalipun.
Orang Jepang selalu menyemangati dengan kata ganbatte (ayo berusaha
yang terbaik), motto ganbare (berusahalah yang lebih keras lagi), zettai
makenaide (jangan menyerah kalah), ganbatte kudasai, ganbarou, ganbare, isshoni
ganbarimasho. Bahkan ada perkataan lain yang lebih panjang dan dalam artinya ganbatte
kudasai, taihen dakedo, isshoni ganbarimashoo, yang artinya ayo berjuang lagi,
saya paham ini tidak mudah, mari berjuang dan melakukan yang terbaik
bersama-sama. Hidup
ini memang harus berjuang sesusah apa pun kondisi kita, kita harus berjuang
untuk melakukan hal yang terbaik, jangan pernah putus asa. Kita boleh
kehilangan segalanya tapi tidak boleh kehilangan semangat dan harapan.
Kata-kata itu mengisaratkan untuk berfikir positif dan penuh optimisme.
Pusat gempa berada di Prefektur Miyagi, tsunami setinggi 10 meter
memporak-porandakan seluruh wilayah Shizugawa, Minamisanriku-cho. Di beberapa
wilayah bencana alam ketinggian tsunami mencapai 37,9 meter.
Jepang memang identik dengan gempa, saking sering gempa orang-orang
yang tinggal di negeri Sakura telah terbiasa, tidak perlu panik yang penting
menyelamatkan diri dan tetap waspada. Jepang merupakan negara kepulauan dengan 6.852
pulau. Jepang terletak pada 4 lempeng tektonik sekaligus itu lempeng Pasifik,
lempeng laut Filipina, lempeng Okhots (Amerika Utara), dan lempeng Eurasia.
Pergerakan lempeng inilah yang melibatkan permukaan bumi saling bertumpuk,
retak, atau bengkok ketika lempeng-lempeng tersebut bergerak melintasi satu
sama lain. Itulah pemicu terjadinya gempa bumi. Sekitar 20% gempa bumi di
dunia yang berkekuatan diatas 6 skala richter memang di dominasi Jepang.
Di setiap prefektur di Jepang (ada 47 prefektur) selalu tersedia
tempat belajar tentang bencana. Itulah sebabnya anak-anak sejak dini pun
diperkenalkan dan diajak belajar langsung di Fire Department
(Dinas Kebakaran). Selain berfungsi sebagai dinas kebakaran juga merupakan
wadah untuk belajar tentang bencana, baik berupa museum/pusat bencana atau pun
website. Anak-anak Jepang sejak dini telah diajarkan arti gempa, simulasi
gempa, dan cara-cara menghadapinya. Materinya tentu disesuaikan dengan
umur si anak. Sejak kecil, dalam benak-benak anak Jepang sudah tertanam bahwa
gempa bisa terjadi kapan saja. Itulah yang membuat rakyat Jepang harus
selalu siaga dan waspada terhadap alam. Semangat untuk “survive” itulah yang
saya kagumi.
Bagaimana jadinya, jika dalam kurun waktu 1 minggu korban bencana
alam tidak mampu bertahan? Apakah hanya menyerah? Dan menunggu bala bantuan
dari pemerintah? Tentu saja tidak, secara naluri korban bencana alam akan
melakukan upaya untuk bertahan hidup.
Kalau bantuan dari pemerintah tidak segera tiba, tentu saja kita
harus berjuang bertahan hidup, bukan? Sesuatu hal yang lumrah dan alamiah bahwa
manusia akan berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan hidupnya pasca bencana
alam. Itu perlunya melatih dan mengajarkan rakyat jepang untuk mandiri.
Terbukti memang bantuan dari pemerintah cepat menuju ke lokasi bencana meskipun
hanya menggunakan transportasi udara dan laut.
Dalam buku panduan, disebutkan bahwa tiap keluarga harus memiliki
ransel serbaguna. Keluarga
di Jepang rata-rata memiliki ransel ini, ransel tersebut diisi dengan air
mineral dan obat-obatan. Tentu saja tiap tahun selalu memperhatikan tanggal
kadaluarsa. Supaya fleksibel, pemerintah Jepang menyarankan untuk meletakkan
ransel tersebut di ruangan agar terjangkau saat akan menyelamatkan diri.
Selain itu, perlu pula menyediakan ransel lagi berisi pakaian kering,
radio, senter, beberapa baterai pengganti, makanan kering atau kaleng, uang
tunai, dan peluit.
Hal terpenting lainnya adalah mematikan aliran gas dan memastikan
pintu tetap terbuka.
Minimal tidak dikunci untuk mengurangi terjebak diantara reruntuhan. Jangan
khawatir akan kemalingan gara-gara pintu terbuka. Sudah banyak kesaksian dari
pendatang walaupun warga Jepang sendiri. Pintu terbuka pun tidak akan ada orang
jahat yang masuk ke dalam rumah. Tapi tetapi waspada.
Hal lainnya yang penting ingat untuk menyimpan sepatu bersih dibawah
tempat tidur walaupun rumah
Jepang terbiasa menggunakan surippa (sandal rumah) tetap menyimpan sepatu di
bawah tempat tidur tetap dianjurkan. Fungsinya untu melindungi kaki dari
pecahan kaca. Siapa tahu saat gempa bumi banyak pecahan dari jendela, perabotan
rumah, lampu. Hal yang sepele saja, sudah terlihat bagaimana pemerintah Jepang
detailnya untuk mengurangi bencana alam.
Setiap warga Jepang pasti telah mengetahui lokasi-lokasi
pengungsian terdekat yang aman dan dapat dicapai dalam waktu singkat. Biasanya yang ditunjuk sebagai lokasi pengungsian adalah sekolah,
lapangan terbuka, dan juga rumah sakit yang telah didesain sedemikian rupa
untuk menjadi lokasi pengungsian. Cara ini terbukti efektif, lokasi pengungsian
menjadi tempat pertemuan antarkeluarga. Kebutuhan pokok warga mulai dari
makanan dan air bersih bahkan selimut pun sudah tersedia. Di Jepang sekolah
menyediakan seperti tangga luncur untuk lantai 2 atau 3 agar anak-anak tidak
berdesak-desakan saat gempa terjadi. Dan terbukti bahwa Jepang merupakan
negara paling sigap dan siaga nomer 1 di dunia.
Jepang memiliki sistem peringatan dini terbaik di dunia. Sistem
deteksi ini dapat mengetahui apakah gempa bumi berpotensi tsunami atau tidak.
Bahkan layar televisi pun dengan cepat memberikan informasi tentang gempa.
Hanya dibutuhkan DUA MENIT, untuk mengetahui kepastian itu.
Peringatan dini dapat langsung diketahui televisi, radio, atau pun
internet. Bahkan ponsel pun mampu meng-up-date berita terkini mengenai potensi
bencana. Tentu saja keberhasilan ini sedikit banyak karena kepatuhan rakyat Jepang
dalam mematuhi peraturan keselamatan dan prosedur tanggap bencana yang utama
adalah keduanya saling menunjang sistem bagus dan manusia yang melaksanakannya
pun bagus. Jepang banyak belajar dari kegagalan yang ada dan tidak malas untuk
mencari akar permasalahan. Selalu memperbaiki agar kedepannya semakin baik.
Bencana alam kali ini sebelumnya diperkirakan mencapai 1.000 korban
jiwa tapi tanggal 15 Maret 2011 angka korban ditemukan sekitar 4.866 orang (belum
terhitung angka korban yang hilang).
Di antrean beras, seorang hanya boleh membeli sekarung. Kadang yang
dijual sekarung beras per 5 kg ataupun kalau beruntung mendapat 10
kg,tergantung persediaan di supermarket.
Banyak orang berpendapat,”Orang Jepang itu hidup seperti
robot” kuakui memang ada benarnya. Saya berpikir,”Hidup juga
sudah susah,kenapa masih juga banyak aturan” sebenarnya dari hal sepele
pun sudah terlihat bagaimana tertib dan disiplinnya rakyat Jepang.
Anjing pun diberikan lokasi tersendiri. Biasanya anjing dan tuannya
mempunyai tempat tersendiri, tempatnya pun sangat rapi.
Saitama Super Area akhirnya ditetapkan sebagai lokasi pengungsian
karena aman dalam radiasi, jarak Saitama 250-300 km. Saitama Super Arena sangat
besar, mampu menampung kapasitas 37.000 orang. Keadaan rombongan pengungsi
disambut hangat oleh pemerintah kota Saitama. Tidak ada air mata menetes, keluh
kesah, atau ratapan nasib. TIDAK ADA. Para pengungsi menyadari
bahwa saat ini bukan waktunya untuk menangis “ Mental rakyat Jepang benar-benar
kuat dan tahan banting”.
Selimut bantuan dari Indonesia pun disalurkan pula ke Saitama Super
Area. Suatu hal yang membanggakan bahwa Indonesia pun turut ikut membantu
Jepang.
Koizumi Manami, seorang ibu muda, pengungsi dari salah satu lokasi
pun mengungkapkan isi hatinya. “Saya sungguh khawatir dengan masa depan anakku.
Bagaimana dengan sekolahnya? Haruskah saya kembali ke Fukushima atau pindah ke
kota lain? Saya sungguh berterima kasih dengan semua orang yang telah
membantuku. Mereka begitu hangat, disini banyak tersedia ruang untuk bermain anak-anak.
Ini sungguh menolong bagi ibu muda sepertiku. Aku bisa melepas sejenak rasa
gundahku. Para relawan juga berbaik hati membantu menjaga anak-anakku.”
Yang membuat takjub ada segerombolan anak SD yang partisipasi
menawarkan jasa pijat, sungguh membantu.
Mereka mengajak para korban untuk bersenam ria. Tujuannya pun sungguh mulia,
bersenam ria agar tubuh pengungsi tetap segar dan tetap bersemangat.
Ada juga yang membuka jasa potong rambut. Disamping banyaknya
relawan dan bantuan berlimpah, banyak juga usaha yang dilakukan para dokter
kejiwaan (psikologi). Kalangan dokter menyadari bahwa secara psikologi, jiwa
para korban bencana terguncang hebat. Anak rata-rata 0-6 tahun cukup banyak
yang trauma akan kejadian gempa bumi dan tsunami.
Dalam rentang waktu dua minggu pengungsi di pindahkan ke Sakado dan
disinilah banyak pengungsi yang memulai hidup baru. Ada satu sekolah dasar dan
beberapa apartemen tua yang sudah tidak digunakan yang diperbaiki dan digunakan
bagi para mengungsi. Semua apartemen yang digunakan gratis. Biaya hidup di Jepang
sangatlah mahal, terutama sewa apartemen. Memang untuk sementara waktu, biaya
hidup para pengungsi di tanggung pemerintah.
Profesionalitas para jurnalis Jepang, patut menjadi contoh betapa
etika pemberitaan saat bencana adalah hal vital untuk membangun spirit
masyarakat. Mereka tidak
mencari berita yang mengada-ngada ataupun bohong demi mengejar rating pembaca
semata. Tidak ada tayangan yang berbau kekerasan, korban meninggal dunia,
ataupun korban luka parah. Justru yang dimunculkan kisah-kisah nyata dari
korban selamat, perjuangan korban dilokasi bencana. Banyak radio yang suka
memutar lagu-lagu pembangkit semangat seperti, Makenaide yang artinya jangan
menyerah kalah dinyanyikan oleh ZARD, lebih dikenal dengan nama Izumi Sakai. Ue
wo muite arukou, melangkah ke masa depan.
Jepang memang terkenal sigap urusan pelayanan publik. Terbukti,
satu hari setelah gempa dahsyat, para pekerja giat memperbaiki infrastruktur.
Tiga hari kemudian, kereta api listrik yang menghubungkan Fukushima-Iwate telah
beroperasi. Padahal kedua lokasi ini parah kerusakannya. Tiga puluh hari
setelah bencana alam dahsyat, Bandara udara sendai di prefektur miyagi berhasil
diperbaiki.
Nasib Fushima daiichi benar-benar diujung tanduk. Semua pandangan dunia menyorot Fukushima daiichi. Pendingin
reactor nuklir di Fukushima Daiichi mengalami kerusakan. Ditambah tidak ada
aliran listrik. Tanpa pendingin, tekanan di dalam reactor pun meningkat dan
dikhawatirkan akan meledak. Fukushima daiiichi terdiri dari enam reactor.
Yang dipermasalahkan adalah reactor no. 1, 2, 3, 4. Sedangkan rector no. 5 dan
no. 6 dipastikan sudah terkendali. 28 Maret 2011 diberitahukan bahwa tingkat
radiasi pada reactor no. 2 melonjak hingga 100.000 kali dari batas normal. Semenjak
terjadi krisis reactor nuklir Fukushima, Amerika Serikat, India, dan Korea
Selatan langsung melakukan review terhadap standar keamanan pada seluruh
reactor nuklir mereka. Jerman menghentikan 7 dari 17 reaktor yang mereka
miliki. Italia melakukan penilaian kembali perlunya reactor nuklir, Taiwan
mengundurkan jadwal operasi reactor barunya. Cina menghentikan sementara
pembangunan semua reactor nuklir baru. Hanya dua Negara di Asia Tenggara yang
mengidentifikasikan terus memiliki reactor nuklir, yaitu Indonesia dan Vietnam.
Memang tidak mudah untuk bangkit kembali dari keterpurukan, apalagi
wilayah yang terkena bencana alam sangat luas. Pasca bencana alam terlihat
bagaimana mental sebuah bangsa yang luar biasa “militer” keras dan penuh harga
diri. Banyak yang berkata “kore kara mata hajimarimasu” Mulai saat ini memulai
hidup baru. “Taihen dakedo, isshoni ganbarimasho” Aku tahu ini hal yang sulit,
mari kita berjuang bersama-sama.