Selasa, 26 November 2013

Tsunami in Japan



Tsunami in Japan
Hai, kawan! Alhamdulillah pada kesempatan ini saya akan membahas Tsunami yang pernah terjadi di Jepang, ini merupakan asli hasil karya Saya sendiri. Artikel yang Saya posting bisa jadi disebut resensi buku, karena saya terinspirasi oleh buku yang saya beli beberapa tahun lalu.
 Bencana alam dahsyat 11 Maret 2011 yang meluluhlantakan Jepang, telah membawa banyak perubahan dalam hidup masyarakatnya. Ada ribuan bahkan puluhan ribu rakyat Jepang yang kehilangan segalanya, memulai hidup dari nol. Walaupun dengan demikian, mereka masih tetap penuh semangat. Mou ikkai gambarimasu kore kara mata hajimarimasu. Sekali lagi berjuang sekuat tenaga. Mulai saat ini, kembali menata kehidupan.
            Artikel ini berisi kisah-kisah nyata dari para korban bencana alam tsunami. Tulisan  ini sarat makna kehidupan, perjuangan, persahabatan, dan semangat. Bencana memang tidak dapat dihindari, tetapi sebagai manusia, kita wajib mengusahakan yang terbaik dalam hidup.
Di Jepang, korban bencana alam justru tidak ingin dikasihani. Mereka hanya ingin diberi semangat dan bukan diperlakukan sebagai pesakitan. Ada banyak pelajaran tentang kehidupan yang bisa diambil dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tak ada salahnya belajar dari masyarakat Jepang yang luar biasa. Mental baja, tahan banting, dan tidak cengeng. Inilah bentuk nyata kemandirian dikala susah. Salut dan hormat untuk rakyat Jepang.
Mari belajar dari bangsa Jepang, ambil sisi baik dari bangsa Jepang dan jangan justru mencontoh sisi buruknya. Di dunia ini tidak ada negara yang sempurna 100%, termasuk Jepang sekalipun.
Orang Jepang selalu menyemangati dengan kata ganbatte (ayo berusaha yang terbaik), motto ganbare (berusahalah yang lebih keras lagi), zettai makenaide (jangan menyerah kalah), ganbatte kudasai, ganbarou, ganbare, isshoni ganbarimasho. Bahkan ada perkataan lain yang lebih panjang dan dalam artinya ganbatte kudasai, taihen dakedo, isshoni ganbarimashoo, yang artinya ayo berjuang lagi, saya paham ini tidak mudah, mari berjuang dan melakukan yang terbaik bersama-sama. Hidup ini memang harus berjuang sesusah apa pun kondisi kita, kita harus berjuang untuk melakukan hal yang terbaik, jangan pernah putus asa. Kita boleh kehilangan segalanya tapi tidak boleh kehilangan semangat dan harapan. Kata-kata itu mengisaratkan untuk berfikir positif dan penuh optimisme.
Pusat gempa berada di Prefektur Miyagi, tsunami setinggi 10 meter memporak-porandakan seluruh wilayah Shizugawa, Minamisanriku-cho. Di beberapa wilayah bencana alam ketinggian tsunami mencapai 37,9 meter.
Jepang memang identik dengan gempa, saking sering gempa orang-orang yang tinggal di negeri Sakura telah terbiasa, tidak perlu panik yang penting menyelamatkan diri dan tetap waspada. Jepang merupakan negara kepulauan dengan 6.852 pulau. Jepang terletak pada 4 lempeng tektonik sekaligus itu lempeng Pasifik, lempeng laut Filipina, lempeng Okhots (Amerika Utara), dan lempeng Eurasia. Pergerakan lempeng inilah yang melibatkan permukaan bumi saling bertumpuk, retak, atau bengkok ketika lempeng-lempeng tersebut bergerak melintasi satu sama lain. Itulah pemicu terjadinya gempa bumi. Sekitar 20% gempa bumi di dunia yang berkekuatan diatas 6 skala richter memang di dominasi Jepang.
Di setiap prefektur di Jepang (ada 47 prefektur) selalu tersedia tempat belajar tentang bencana. Itulah sebabnya anak-anak sejak dini pun diperkenalkan dan diajak belajar langsung di Fire Department (Dinas Kebakaran). Selain berfungsi sebagai dinas kebakaran juga merupakan wadah untuk belajar tentang bencana, baik berupa museum/pusat bencana atau pun website. Anak-anak Jepang sejak dini telah diajarkan arti gempa, simulasi gempa, dan cara-cara menghadapinya. Materinya tentu disesuaikan dengan umur si anak. Sejak kecil, dalam benak-benak anak Jepang sudah tertanam bahwa gempa bisa terjadi kapan saja. Itulah yang membuat rakyat Jepang harus selalu siaga dan waspada terhadap alam. Semangat untuk “survive” itulah yang saya kagumi.

Bagaimana jadinya, jika dalam kurun waktu 1 minggu korban bencana alam tidak mampu bertahan? Apakah hanya menyerah? Dan menunggu bala bantuan dari pemerintah? Tentu saja tidak, secara naluri korban bencana alam akan melakukan upaya untuk bertahan hidup.
Kalau bantuan dari pemerintah tidak segera tiba, tentu saja kita harus berjuang bertahan hidup, bukan? Sesuatu hal yang lumrah dan alamiah bahwa manusia akan berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan hidupnya pasca bencana alam. Itu perlunya melatih dan mengajarkan rakyat jepang untuk mandiri. Terbukti memang bantuan dari pemerintah cepat menuju ke lokasi bencana meskipun hanya menggunakan transportasi udara dan laut.
Dalam buku panduan, disebutkan bahwa tiap keluarga harus memiliki ransel serbaguna. Keluarga di Jepang rata-rata memiliki ransel ini, ransel tersebut diisi dengan air mineral dan obat-obatan. Tentu saja tiap tahun selalu memperhatikan tanggal kadaluarsa. Supaya fleksibel, pemerintah Jepang menyarankan untuk meletakkan ransel tersebut di ruangan agar terjangkau saat akan menyelamatkan diri.
Selain itu, perlu pula menyediakan ransel lagi berisi pakaian kering, radio, senter, beberapa baterai pengganti, makanan kering atau kaleng, uang tunai, dan peluit.
Hal terpenting lainnya adalah mematikan aliran gas dan memastikan pintu tetap terbuka. Minimal tidak dikunci untuk mengurangi terjebak diantara reruntuhan. Jangan khawatir akan kemalingan gara-gara pintu terbuka. Sudah banyak kesaksian dari pendatang walaupun warga Jepang sendiri. Pintu terbuka pun tidak akan ada orang jahat yang masuk ke dalam rumah. Tapi tetapi waspada.
Hal lainnya yang penting ingat untuk menyimpan sepatu bersih dibawah tempat tidur walaupun rumah Jepang terbiasa menggunakan surippa (sandal rumah) tetap menyimpan sepatu di bawah tempat tidur tetap dianjurkan. Fungsinya untu melindungi kaki dari pecahan kaca. Siapa tahu saat gempa bumi banyak pecahan dari jendela, perabotan rumah, lampu. Hal yang sepele saja, sudah terlihat bagaimana pemerintah Jepang detailnya untuk mengurangi bencana alam.

Setiap warga Jepang pasti telah mengetahui lokasi-lokasi pengungsian terdekat yang aman dan dapat dicapai dalam waktu singkat. Biasanya yang ditunjuk sebagai lokasi pengungsian adalah sekolah, lapangan terbuka, dan juga rumah sakit yang telah didesain sedemikian rupa untuk menjadi lokasi pengungsian. Cara ini terbukti efektif, lokasi pengungsian menjadi tempat pertemuan antarkeluarga. Kebutuhan pokok warga mulai dari makanan dan air bersih bahkan selimut pun sudah tersedia. Di Jepang sekolah menyediakan seperti tangga luncur untuk lantai 2 atau 3 agar anak-anak tidak berdesak-desakan saat gempa terjadi. Dan terbukti bahwa Jepang merupakan negara paling sigap dan siaga nomer 1 di dunia.
Jepang memiliki sistem peringatan dini terbaik di dunia. Sistem deteksi ini dapat mengetahui apakah gempa bumi berpotensi tsunami atau tidak. Bahkan layar televisi pun dengan cepat memberikan informasi tentang gempa. Hanya dibutuhkan DUA MENIT, untuk mengetahui kepastian itu.
Peringatan dini dapat langsung diketahui televisi, radio, atau pun internet. Bahkan ponsel pun mampu meng-up-date berita terkini mengenai potensi bencana. Tentu saja keberhasilan ini sedikit banyak karena kepatuhan rakyat Jepang dalam mematuhi peraturan keselamatan dan prosedur tanggap bencana yang utama adalah keduanya saling menunjang sistem bagus dan manusia yang melaksanakannya pun bagus. Jepang banyak belajar dari kegagalan yang ada dan tidak malas untuk mencari akar permasalahan. Selalu memperbaiki agar kedepannya semakin baik.
Bencana alam kali ini sebelumnya diperkirakan mencapai 1.000 korban jiwa tapi tanggal 15 Maret 2011 angka korban ditemukan sekitar 4.866 orang (belum terhitung angka korban yang hilang).

Di antrean beras, seorang hanya boleh membeli sekarung. Kadang yang dijual sekarung beras per 5 kg ataupun kalau beruntung mendapat 10 kg,tergantung persediaan di supermarket.
Banyak orang berpendapat,”Orang Jepang itu hidup seperti robot” kuakui memang ada benarnya. Saya berpikir,”Hidup juga sudah susah,kenapa masih juga banyak aturan” sebenarnya dari hal sepele pun sudah terlihat bagaimana tertib dan disiplinnya rakyat Jepang.
Anjing pun diberikan lokasi tersendiri. Biasanya anjing dan tuannya mempunyai tempat tersendiri, tempatnya pun sangat rapi.
Saitama Super Area akhirnya ditetapkan sebagai lokasi pengungsian karena aman dalam radiasi, jarak Saitama 250-300 km. Saitama Super Arena sangat besar, mampu menampung kapasitas 37.000 orang. Keadaan rombongan pengungsi disambut hangat oleh pemerintah kota Saitama. Tidak ada air mata menetes, keluh kesah, atau ratapan nasib. TIDAK ADA. Para pengungsi menyadari bahwa saat ini bukan waktunya untuk menangis “ Mental rakyat Jepang benar-benar kuat dan tahan banting”.
Selimut bantuan dari Indonesia pun disalurkan pula ke Saitama Super Area. Suatu hal yang membanggakan bahwa Indonesia pun turut ikut membantu Jepang.
Koizumi Manami, seorang ibu muda, pengungsi dari salah satu lokasi pun mengungkapkan isi hatinya. “Saya sungguh khawatir dengan masa depan anakku. Bagaimana dengan sekolahnya? Haruskah saya kembali ke Fukushima atau pindah ke kota lain? Saya sungguh berterima kasih dengan semua orang yang telah membantuku. Mereka begitu hangat, disini banyak tersedia ruang untuk bermain anak-anak. Ini sungguh menolong bagi ibu muda sepertiku. Aku bisa melepas sejenak rasa gundahku. Para relawan juga berbaik hati membantu menjaga anak-anakku.”
Yang membuat takjub ada segerombolan anak SD yang partisipasi menawarkan jasa pijat,  sungguh membantu. Mereka mengajak para korban untuk bersenam ria. Tujuannya pun sungguh mulia, bersenam ria agar tubuh pengungsi tetap segar dan tetap bersemangat.
Ada juga yang membuka jasa potong rambut. Disamping banyaknya relawan dan bantuan berlimpah, banyak juga usaha yang dilakukan para dokter kejiwaan (psikologi). Kalangan dokter menyadari bahwa secara psikologi, jiwa para korban bencana terguncang hebat. Anak rata-rata 0-6 tahun cukup banyak yang trauma akan kejadian gempa bumi dan tsunami.
Dalam rentang waktu dua minggu pengungsi di pindahkan ke Sakado dan disinilah banyak pengungsi yang memulai hidup baru. Ada satu sekolah dasar dan beberapa apartemen tua yang sudah tidak digunakan yang diperbaiki dan digunakan bagi para mengungsi. Semua apartemen yang digunakan gratis. Biaya hidup di Jepang sangatlah mahal, terutama sewa apartemen. Memang untuk sementara waktu, biaya hidup para pengungsi di tanggung pemerintah.
Profesionalitas para jurnalis Jepang, patut menjadi contoh betapa etika pemberitaan saat bencana adalah hal vital untuk membangun spirit masyarakat. Mereka tidak mencari berita yang mengada-ngada ataupun bohong demi mengejar rating pembaca semata. Tidak ada tayangan yang berbau kekerasan, korban meninggal dunia, ataupun korban luka parah. Justru yang dimunculkan kisah-kisah nyata dari korban selamat, perjuangan korban dilokasi bencana. Banyak radio yang suka memutar lagu-lagu pembangkit semangat seperti, Makenaide yang artinya jangan menyerah kalah dinyanyikan oleh ZARD, lebih dikenal dengan nama Izumi Sakai. Ue wo muite arukou, melangkah ke masa depan.
Jepang memang terkenal sigap urusan pelayanan publik. Terbukti, satu hari setelah gempa dahsyat, para pekerja giat memperbaiki infrastruktur. Tiga hari kemudian, kereta api listrik yang menghubungkan Fukushima-Iwate telah beroperasi. Padahal kedua lokasi ini parah kerusakannya. Tiga puluh hari setelah bencana alam dahsyat, Bandara udara sendai di prefektur miyagi berhasil diperbaiki.
Nasib Fushima daiichi benar-benar diujung tanduk. Semua pandangan dunia menyorot Fukushima daiichi. Pendingin reactor nuklir di Fukushima Daiichi mengalami kerusakan. Ditambah tidak ada aliran listrik. Tanpa pendingin, tekanan di dalam reactor pun meningkat dan dikhawatirkan akan meledak. Fukushima daiiichi terdiri dari enam reactor. Yang dipermasalahkan adalah reactor no. 1, 2, 3, 4. Sedangkan rector no. 5 dan no. 6 dipastikan sudah terkendali. 28 Maret 2011 diberitahukan bahwa tingkat radiasi pada reactor no. 2 melonjak hingga 100.000 kali dari batas normal. Semenjak terjadi krisis reactor nuklir Fukushima, Amerika Serikat, India, dan Korea Selatan langsung melakukan review terhadap standar keamanan pada seluruh reactor nuklir mereka. Jerman menghentikan 7 dari 17 reaktor yang mereka miliki. Italia melakukan penilaian kembali perlunya reactor nuklir, Taiwan mengundurkan jadwal operasi reactor barunya. Cina menghentikan sementara pembangunan semua reactor nuklir baru. Hanya dua Negara di Asia Tenggara yang mengidentifikasikan terus memiliki reactor nuklir, yaitu Indonesia dan Vietnam.
Memang tidak mudah untuk bangkit kembali dari keterpurukan, apalagi wilayah yang terkena bencana alam sangat luas. Pasca bencana alam terlihat bagaimana mental sebuah bangsa yang luar biasa “militer” keras dan penuh harga diri. Banyak yang berkata “kore kara mata hajimarimasu” Mulai saat ini memulai hidup baru. “Taihen dakedo, isshoni ganbarimasho” Aku tahu ini hal yang sulit, mari kita berjuang bersama-sama.