Jumat, 22 November 2013

HINOMARU & KIMIGAYO


Bendera dan lagu Kebangsaan Jepang

Hinomaru berdampingan dengan Sang Saka Merah Putih, kerenkan?
O,k sekarang mari kita bahas bendera dan lagu kebangsaan Jepang!
.



Bendera Jepang


Bendera Jepang (Nisshōki 日章旗 atau Hinomaru 日の丸 "cakra surya" dalam bahasa Jepang), memaparkan cakra besar berwarna merah di bagian tengah di atas bidang warna putih.

Legenda mengatakan bahwa bendera ini berasal dari zaman invasi Mongolia ke Jepang pada abad ke-13. Dikatakan bahwa seorang bhiksu Buddha, Nichiren, mempersembahkan bendera matahari ini seorang Shogun yang mempunyai upaya untuk mematahkan serangan Mongol. Lambang matahari ini pernah dijumpai di kipas berlipat yang dibawa oleh para samurai semasa pergelutan kuasa di antara klan Taira dan Minamoto. Ia juga sering digunakan di panji-panji militer pada Zaman Sengoku di abad ke-15 dan abad ke-16. Keshogunan Tokugawa (1603-1867) menetapkan penggunaan bendera ini untuk kapal-kapalnya sejak awal tahun 1600. Pada pertengahan abad ke-19, kerajaan-kerajaan shogun yang lain mengarahkan semua kapal Jepang untuk membuat perkara yang sama.

Semasa era Restorasi Meiji pada tahun 1868, bendera ini dianggap sebagai bendera kebangsaan. Walaupun telah digunakan di lautan sejak 1870, penggunaannya di darat baru menjadi resmi pada 13 Agustus 1999. Variasi terkenal bendera ini menunjukkan matahari dengan 16 sinar merah, digunakan oleh angkatan bersenjata Jepang sehingga akhir Perang Dunia II. Bendera ini kini digunakan oleh Angkatan Laut Jepang.

 Lagu Kebangsaan Jepang  Kimigayo
Kimigayo (Jepang: 君が代 kimigayo), dalam Bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai "Semoga kekuasaan Yang Mulia berlanjut selamanya", adalah lagu kebangsaan Jepang. Ia adalah salah satu lagu kebangsaan yang terpendek di dunia, dengan panjang hanya 11 bar dan terdiri dari 32 karakter huruf saja. Lagu ini ditulis dalam sebuah metrum Jepang Waka, sedangkan liriknya ditulis dalam zaman Heian (794-1185) dan melodinya ditulis pada akhir zaman Meiji. Melodi yang ada saat ini dipilih pada tahun 1880, dan menggantikan melodi sebelumnya yang tidak populer, yang digubah sebelas tahun sebelumnya.

Meskipun Kimigayo telah lama menjadi lagu kebangsaan
de facto Jepang, lagu ini secara hukum baru diakui resmi pada tahun 1999 dengan disahkannya undang-undang mengenai bendera nasional dan lagu kebangsaan Jepang. Setelah ditetapkan, terdapat kontroversi mengenai diputarnya lagu kebangsaan tersebut pada perayaan-perayaan di sekolah umum. Kimigayo, seperti juga bendera Hinomaru, oleh beberapa pihak dianggap merupakan simbol dari imperialisme dan militerisme Jepang.

ASAL USUL

Lirik lagu ini pertama kali muncul dalam sebuah antologi puisi bernama
Kokin Wakashū, sebagai sebuah puisi yang anonim. Meskipun sebuah puisi anonim bukanlah tidak lazim pada waktu itu, identitas pengarang yang sebenarnya mungkin saja sudah diketahui, tetapi namanya mungkin sengaja tidak disebutkan karena berasal dari kelas sosial yang lebih rendah. Puisi ini dicantumkan dalam berbagai antologi, dan dalam periode selanjutnya digunakan sebagai lagu perayaan oleh orang-orang dari semua lapisan sosial. Tidak seperti bentuknya yang digunakan untuk lagu kebangsaan saat ini, puisi ini awalnya dimulai dengan "Wa ga Kimi wa" (Engkau, Yang Mulia) dan bukannya "Kimi ga Yo wa" (Kekuasaan Yang Mulia). Perubahan lirik terjadi pada zaman Kamakura.

Pada tahun 1869 di awal
zaman Meiji, seorang pemimpin band militer Irlandia bernama John William Fenton yang sedang berkunjung ke Jepang menyadari bahwa Jepang tidak memiliki lagu kebangsaan nasional. Ia menyarankan kepada Iwao Ōyama, seorang perwira dari Klan Satsuma, agar menciptakan lagu kebangsaan tersebut. Ōyama setuju, dan memilihkan liriknya.Lirik yang terpilih memiliki kemiripan dengan lagu kebangsaan Inggris, kemungkinan karena adanya pengaruh dari Fenton. Setelah Ōyama memilih lirik lagu kebangsaan, ia kemudian meminta Fenton untuk menciptakan melodinya. Setelah diberikan hanya tiga minggu untuk menggubah lagu dan hanya beberapa hari untuk berlatih, Fenton menampilkan pertama kalinya lagu kebangsaan itu di depan Kaisar Jepang pada tahun 1870. Ini adalah versi pertama Kimigayo, yang disingkirkan karena melodinya dianggap "kurang khidmat". Namun, versi ini masih tetap diperdengarkan setiap tahun di Kuil Myōkōji di Yokohama, tempat Fenton pernah menjabat sebagai pemimpin band militer. Myōkōji berperan sebagai tempat peringatan bagi Fenton.

Pada tahun 1880,
Biro Rumah Tangga Kekaisaran menyetujui suatu melodi baru yang ditulis oleh Yoshiisa Oku dan Akimori Hayashi. Komposer versi ini sering tertulis sebagai Hiromori Hayashi, yang sesungguhnya adalah ayah dan sekaligus atasan dari Akimori. Akimori juga merupakan salah satu murid Fenton. Meskipun melodi ini dibuat berdasarkan pada bentuk tradisional musik istana Jepang, namun ia digubah dalam gaya campuran yang terpengaruhi oleh himne Barat, dan menggunakan beberapa elemen dari aransemen Fenton. Musisi Jerman Franz Eckert kemudian menerapkan harmoni melodi gaya Barat (mode Gregorian), sehingga menciptakan versi Kimigayo yang dipakai sekarang. Pada 1893, berkat usaha Departemen Pendidikan, Kimigayo masuk dalam perayaan-perayaan di sekolah umum. Kimigayo dimainkan di nada C mayor, menurut harian The Japan Times.

LIRIK

Rōmaji
Kimigayo wa

Chiyo ni yachiyo ni
Sazare-ishi no
Iwao to narite
Koke no musu made

Bahasa Inggris
May your reign
Continue for a thousand, eight thousand generations
Until the pebbles
Grow into boulders
Lush with moss

Bahasa Indonesia
Semoga kekuasaan Yang Mulia,
Berlanjut selama seribu, delapan ribu generasi,
Sampai kerikil,
Berubah menjadi batu karang,
Hingga diselimuti lumut.

Interpretasi tradisional

Sejak zaman Heian atau sebelumnya, kata "kimi" telah digunakan:
·         sebagai kata benda untuk menunjukkan seorang kaisar atau tuan seseorang (yaitu: penguasa)
·         sebagai kata benda atau sufiks kehormatan untuk menunjukkan seseorang.
Sebagai contoh, tokoh protagonis Hikaru Genji (光源氏) dalam Hikayat Genji juga disebut Hikaru no Kimi atau Hikaru-gimi (光の君 atau 光君?).

Interpretasi mutakhir

Dalam Konstitusi Jepang (yang diumumkan pada 3 November 1946), Kaisar Jepang tidak lagi berdaulat, tapi merupakan simbol Negara dan kesatuan rakyat.
Pada tahun 1999, selama pembahasan Undang-Undang Mengenai Bendera Nasional dan Lagu Kebangsaan, definisi resmi Kimi atau Kimi-ga-yo berulangkali dipertanyakan.
Kemudian Perdana Menteri Keizō Obuchi menjawab pada 29 Juni 1999, sebagai berikut:
"Kimi" melambangkan Kaisar, yang merupakan simbol Negara dan kesatuan rakyat, dan posisinya berasal dari konsensus keinginan dari warga negara Jepang, yaitu tempat kekuasaan kedaulatan berada. Dan, frasa (ungkapan) "Kimigayo" menunjukkan Negara kita, Jepang, yang memiliki Kaisar yang dinobatkan sebagai simbol Negara dan kesatuan rakyat oleh konsensus keinginan dari warga negara Jepang. Dan adalah masuk akal untuk beranggapan bahwa lirik Kimigayo berarti keinginan untuk mencapai kemakmuran dan perdamaian abadi di negara kita yang seperti itu.

 

Undang-Undang Mengenai Bendera Nasional dan Lagu Kebangsaan tidak menjelaskan secara detail bagaimana harus menunjukkan rasa hormat selama pergelaran Kimigayo, tetapi badan pemerintahan lokal dan organisasi swasta kadang-kadang menyarankan atau menuntut agar protokol tertentu diikuti. Sebagai contoh, sebuah instruksi Pemerintah Metropolitan Tokyo pada bulan Oktober 2003 mengharuskan para guru untuk berdiri saat pergelaran lagu kebangsaan pada upacara kelulusan. Sambil berdiri, mereka diminta untuk menyanyikan Kimigayo sambil menghadap Hinomaru. Personil militer Amerika Serikat di Jepang, bahkan ketika dalam pakaian sipil, diwajibkan oleh peraturan untuk meletakkan tangan kanan di atas dada mereka ketika Kimigayo, The Star-Spangled Banner, atau lagu kebangsaan lainnya dimainkan. Undang-Undang Mengenai Bendera Nasional dan Lagu Kebangsaan juga tidak menentukan kapan atau di mana seharusnya Kimigayo diperdengarkan. Meskipun demikian, lagu kebangsaan lazim dimainkan dalam acara-acara olahraga Jepang, atau dalam acara olah raga internasional di mana Jepang memiliki tim yang bertanding. Pada turnamen sumō, Kimigayo dimainkan sebelum seremonial pemberian penghargaan.
.
Sejak akhir Perang Dunia II telah muncul kritik terhadap lagu kebangsaan, karena hubungannya terhadap paham militerisme dan makna kiasan penyembahan kaisar sebagai dewa, yang menurut sebagian orang tidak sesuai dengan adab masyarakat yang demokratis. Keberatan yang sama juga diberikan terhadap versi bendera nasional Japang yang sekarang, dan kadang-kadang terjadi demonstrasi yang ditujukan terhadap keduanya.
Pada tahun 1999, pemerintah Jepang menyetujui undang-undang mengenai bendera nasional dan lagu kebangsaan, yang menetapkan Kimigayo sebagai lagu kebangsaan dan Hinomaru sebagai bendera nasional. Pemerintah menyatakan pada saat persetujuan undang-undang tersebut bahwa lirik lagu kebangsaan adalah harapan atas Jepang yang damai dengan kaisar sebagai lambang persatuannya. Sekolah-sekolah banyak terlibat konflik atas kewajiban pada lagu kebangsaan dan bendera tersebut. Sejak 23 Oktober 2003, 410 guru dan pekerja sekolah telah dihukum karena menolak untuk berdiri dan menyanyikan lagu kebangsaan seperti yang diperintahkan oleh kepala sekolah. Hal ini telah menjadi kepala berita di berbagai suratkabar.
Dewan Pendidikan Tokyo menetapkan agar lagu kebangsaan dinyanyikan dan bendera dikibarkan pada berbagai acara di sekolah-sekolah negeri di metropolitan Tokyo, dan agar guru-guru sekolah menghormati keduanya (misalnya dengan berdiri untuk menyanyikan lagu kebangsaan) atau menghadapi risiko kehilangan pekerjaan. Meskipun protes telah diajukan dengan argumentasi bahwa peraturan tersebut melanggar Konstitusi Jepang, namun Dewan berpendapat bahwa karena sekolah-sekolah tersebut lembaga milik pemerintah, maka para karyawan mempunyai kewajiban untuk mengajarkan siswa-siswa bagaimana menjadi warga negara Jepang yang baik. Katsuhisa Fujita, seorang pensiunan guru di Tokyo, pada tahun 2006 diancam dengan pidana penjara dan akhirnya didenda sebesar ¥ 200.000 (kira-kira Rp. 20.000.000,-). Ia dituduh mengganggu upacara kelulusan di Sekolah Menengah Atas Itabashi, dengan cara mengajak para hadirin untuk tetap duduk saja selama lagu kebangsaan dimainkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar