SENBAZURU
Seribu bangau
kertas (千羽鶴 Senbazuru) adalah kumpulan origami berbentuk bangau (鶴 tsuru) yang dirangkai bersama dengan benang. Legenda jepang menyatakan bahwa siapapun
yang melipat kertas-kertas menjadi seribu bangau maka satu permohonannya akan
dikabulkan, misalnya memperoleh umur yang panjang atau sembuh dari penyakit.
Dilatar belakangi oleh rakyat jepang bahwa bangau adalah
salah satu makhluk suci (yang lainnya adalah naga dan kura-kura),
dan konon dapat hidup selama ribuan tahun. Di Jepang, sudah biasa diceritakan
bahwa melipat seribu bangau kertas dapat mengabulkan permohonan seseorang. Ini
membuatnya menjadi hadiah spesial bagi keluarga dan teman.
Secara tradisional, seribu bangau kertas
diberikan sebagai hadiah pernikahan oleh pihak ayah, yang mengharapkan
kebahagiaan dan kemakmuran jangka panjang kepada anak dan menantunya. Seribu bangau
kertas juga dapat diberikan kepada bayi yang baru lahir agar berumur panjang
dan sehat sentosa. Menggantung seribu bangau kertas di rumah juga dipercaya
sebagai jimat pembawa
keberuntungan.
Kisah berwawal tentang Sadako Sasaki (佐々木 禎子 Sasaki Sadako, 7
Januari 1943 – 25 Oktober 1955) seorang
gadis Jepang yang masih berumur dua tahun ketika bom
atom dijatuhkan tanggal 6 Agustus 1945, di dekat rumahnya di sekitar
jembatan Misasa, Hiroshima, Jepang. Sadako dikenang akan kisahnya
yang mencoba melipat seribu bangau kertas (千羽鶴 Senbazuru) menjelang
kematiannya.
Sadako
berada di rumahnya saat ledakan terjadi, sekitar satu mil dari Ground Zero.
Bulan November 1954, leher dan bagian belakang telinga Sadako membengkak. Bulan
Januari 1955, bercak ungu bermunculan di kedua kakinya. Akhirnya, ia didiagnosa
menderita leukemia (ibunya menganggap itu sebagai “suatu penyakit
akibat bom atom”).
Ia
mulai dirawat di rumah sakit pada tanggal 21 Februari 1955, dan dinyatakan
bahwa ia hanya punya sisa hidup paling lama sekitar setahun.
Beberapa
tahun setelah serangan bom atom, meningkatnya kasus leukemia mulai
terlihat khususnya pada anak-anak, dan awal 1950-an telah jelas bahwa leukemia
adalah dampak pancaran radiasi bom atom.
Tanggal
3 Agustus 1955, sahabat Sadako, Chizuko Hamamoto datang menjenguknya ke rumah
sakit. Chizuko memotong secarik kertas emas agar
berbentuk persegi dan melipatnya menjadi burung bangau
kertas, berdasarkan suatu cerita kuno dari Jepang bahwa siapapun yang
melipat seribu bangau kertas maka permohonannya akan dikabulkan
oleh para dewa. Menurut versi terkenal dari kisah tersebut, Sadako merasa
tak mampu mencapai jumlah 1.000, sehingga ia hanya mampu melipat sampai 644
sebelum meninggal, dan teman-temannya melanjutkan usahanya sampai genap
berjumlah 1.000 lalu mereka menguburkan semuanya bersama Sadako. Versi ini
diambil dari buku Sadako and the Thousand Paper Cranes. Menurut
eksibisi yang berada di Museum Monumen Perdamaian
Hiroshima dinyatakan bahwa akhir bulan Agustus 1955, Sadako berhasil
mewujudkan cita-citanya dan melipat bangau kertas lebih banyak lagi.
Sadako
kekurangan kertas meskipun punya banyak waktu luang selama di rumah sakit. Ia
menggunakan kertas obat atau kertas apapun yang didapatkannya, termasuk ke
kamar pasien lainnya untuk meminta kertas dari bingkisan para pembesuk. Chizuko
juga membawa kertas dari sekolah untuk digunakan oleh Sadako.
Selama
dirawat di rumah sakit, kondisinya semakin memburuk. Sekitar pertengahan
Oktober, kakinya membengkak dan berubah warna menjadi ungu. Setelah keluarganya
memaksanya untuk makan, Sadako meminta nasi yang dicampur teh dan
berkata “rasanya enak” yang merupakan kata-kata terakhirnya. Dengan keluarga di
sekelilingnya, Sadako meninggal di pagi hari tanggal 25 Oktober 1955 pada usia
12 tahun.
Setelah
kematiannya, para teman sekelas dan sahabat Sadako menerbitkan kumpulan surat
untuk menggalang dana demi pembangunan suatu monumen untuk mengenangnya dan
seluruh anak yang meninggal dunia karena dampak bom atom. Tahun 1958,
sebuah patung Sadako yang memegang burung bangau emas dipajang
di Taman Monumen Perdamaian Hiroshima, yang juga disebut Genbaku
Dome. Di kaki patung ada plakat yang berbunyi sebagai berikut:
(Kore
wa bokura no sakebi desu. Kore wa watashitachi no inori desu. Sekai ni heiwa o
kizuku tame no.)
“Ini adalah seruan kami.
Ini adalah doa kami. Untuk membangun kedamaian di dunia.”
(Sonogo,
tori no kami no tamashī, hikō, nejire ya oikoshi, kūkan, kyori to jikan no
jigen ni, karera no yōkyū o kyoka suru… To manifesuto ni, onaji no ōkina
yumetokibō o motsu betsu no ningen no ko o sagashimasu!)
“Jiwa-jiwa burung
kertas, kemudian terbang, meliuk dan menyalip, ke dalam dimensi ruang, jarak
dan waktu, mengabulkan permintaan mereka… dan mencari anak manusia lain
dengan mimpi serta harapan besar yang sama, untuk di wujudkan!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar